24 November 2015

Posted by Vby Utami | File under : ,
Assalamualaikum Wr. Wb.

Wajah Ceria Nunung bersama Malaikat Kecilnya
Dear Nunung..
Apa kabar di Surga? Rayya dan Afif bagaimana? Tidak kewalahan ji jaga 2 anakmu yang lagi aktif-aktifnya bergerak? Oh iyya, Rayya beberapa hari yang lalu genap usianya 3 tahun di’? Saya liat ji postingannya Tuteng. Cantiknya kue ultahnya Rayya. Titip peluk untuk Rayya di Surga yaa. Maaf saya tidak punya kado selain doa terbaik untuk kalian sekeluarga.
Perayaan ulang tahun Rayya yang ke 3 tahun
Dear Nunung..
Bagaimana keadaan di Surga? Ada ji mall? Banyak ji tempat makan enak? Banyak ji teman barumu? Pertanyaanku ini kayak pertanyaan waktu kau pindah ke Masamba di’? Bedanya kau bisa ji pulang pergi Masamba-Makassar tetapi sekarang kau sisa tunggu ki’ di Surga. Pun tidak ada alat komunikasi semacam chatting atau video call. Satu-satunya alat komunikasi kita sekarang adalah doa yang tak pernah putus untuk kau dan kami yang masih diberi kesempatan untuk mengumpulkan amal baik sebelum menyusulmu di Surga.

Dear Nunung..
Bagaimana keadaan di Surga? Saya sudah tidak sabar mau ketemu. Terakhir kita ngobrol via telpon kau mau datang ke Makassar dan mencoba masakanku serta melihat tempat usahaku. Kalimat yang melekat betul dalam ingatanku itu ketika kau bilang,”Wee Ve’. Mana mi itu ayam Macoraku gang? Mau ka’ datang nanti ini dalam waktu dekat, harus ka’ cobai.” Saya menimpalinya seraya bercanda,” Iyya, pokoknya saya bikinkan yang paling special untuk kau ini. Biar berapa kau makan.” Nung.. Kenapa kau tidak singgah ke Makassar dulu lalu ke Surga? Setidaknya kau sudah coba ayam dan sambel buatanku. Setidaknya kau sudah akui kalau saya bisa mi masak.

Dear Nunung..
Saya tahu, saya ini bukan sahabat yang sempurna tapi persahabatan kita yang menyempurnakan semuanya. Geng ta’ dari SMP sampai sekarang itu ada si kembar Davi dan Reza yang (mengaku) cakep dan idola para wanita, ada Sofi yang berhati lembut tapi pecicilan, ada Vhia si emak-emak hebat, ada Agung yang cueknya luar biasa sama hidupnya sampai sampai capek maki nasehati, dan saya.. saya adalah sahabatmu yang paling jarang bisa ikut ngumpul, paling (sok) sibuk, paling sering bikin kau sedih ketika kau pulang ke Makassar dan saya punya kesibukan lain.
(ki-ka) Agung, Saya, Sofi, Nunung, Reza (atas) | Formasi yg tidak lengkap
Dear Nunung..
Andai kau tahu, hal yang paling menyakitkan ketika kalian ngumpul dan saya tidak ada atau saya ada tapi salah satu di antara kita tidak ada.

Dear Nunung..
Bisakah saya meminta satu kali lagi kita ngumpul secara lengkap? Di hari pernikahanku kelak? Kau sudah berjanji, bukan? Ah.. percakapan itu ternyata percakapan terakhir kita!

(atas) Status Nunung di Path beberapa bulan sebelum kepergiannya | (bawah) Foto pernikahan Davi

Dear Nunung..
Ada satu hal lain yang paling saya sesalkan. Saya terkena kram perut akibat tamu bulanan ketika kau berniat menjemput. Tanggal 7 Agustus, sekitar jam 8 malam akhirnya kau langsung ke kedai sushi milik Ana dan Ayu tapi ternyata mereka tidak ada di tempat. Pencarianmu tidak sampai di situ, kau mendatangi Tuteng di rumah sakit bersalin yang sebentar lagi akan brojol. Sayangnya, kau tidak bisa menemuinya. Malam itu, rupanya kau berusaha “berpamitan” dengan INSAV (geng kita waktu SMA sampai sekarang).

Dear Nunung..
Bagaimana di Surga? Apakah kau memiliki sahabat-sahabat baru di sana? Atau mungkin kau sudah membentuk geng persahabatan juga? Saya tidak akan cemburu kok! Sebab saya tahu, persahabatan yang telah kita jalin tak akan pernah tergantikan, sampai kapanpun.
Sebuah pertandakah?
Dear Nunung..
Kepergianmu bagaikan pukulan yang menghujam langsung ke jantungku.
Kepergianmu memberi luka dan duka yang begitu mendalam.
Tetapi kepergianmu pula yang mengingatkanku akan kematian yang begitu dekat dan tak mengenal waktu.
Mengingatkanku akan selalu patuh dan taat kepadaNya.
Mengingatkanku bahwa dunia adalah tempatnya mencari amalan-amalan baik sebagai pertimbangan untuk masuk di SurgaNya yang abadi.

Dear Nunung..
Beristirahatlah dengan tenang. Tunggu saya di Surga. Banyak hal yang harus kau dengar langsung tanpa harus mengirimimu surat yang tak pernah sampai ini..

Dear Nunung..
Saya rindu.. :')

Wassalam..

In memoriam..
Wafat Jumat, 2 Oktober 2015

Nurul Fatimah Muhajir
Rayya Adawiah Karimah
Muhammad Rafli Afif

Korban kecelakaan pesawat Aviastar yang jatuh di Gunung Pajaja, Dusun Gamaru, Desa Ulu Salu, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Rute penerbangan dari Bandara Andi Djemma Masamba menuju Bandara Internasional Sultan Hasanuddin sekitar pukul 14.25 Wita yang mengangkut 7 penumpang dan 3 kru pesawat.
Innalillahi wa innailaihi rajiun 

19 November 2015

Posted by Vby Utami | File under :
Sumber: google.com
Laptop, kamera digital, smartphone, furnitur, bahkan motor sekalipun di zaman ini bukan lagi barang mewah. Semuanya bisa didapat dengan cara tunai ataupun kredit. Dengan uang muka yang terjangkau beserta persyaratan yang tidak lagi rumit, barang siap diantar ke rumah. Contohnya motor. Begitu banyak dealer motor yang bersaing harga memberi penawaran murah dan malah memberi cash back. Fenomena ini merupakan salah satu faktor tingginya pemakai kendaraan bermotor dan dampaknya terjadi kemacetan, dan parahnya lagi meningkat pula angka kecelakaan lalu lintas.

Terbukti selama kurun waktu 11 bulan terhitung sejak Januari – 22 November 2011 terdapat 1085 Kasus. Laka Lantas sebanyak 168 orang meninggal dunia akibat kecelakaan di jalan raya. 52% korban adalah generasi muda usia produktif 11 – 30 tahun dan sekitar 62.5 % kecelakaan mengakibatkan penderitaan dan kemiskinan baik bagi korban maupun keluarganya, serta 108% sekitar 1165 diantaranya adalah pengendara sepeda motor yang terlibat dalam kecelakaan Lalu lintas baik sebagai korban maupun sebagai tersangka. Sumber ini saya kutip dari portal resmi Polantas Makassar.

Ingatanku kembali pada tiga tahun silam, dimana saya masih menjadi mahasiswa baru di sebuah Politeknik Negeri di Makassar. Selama kuliah saya menumpang di rumah keluarga, yang tidak lain adalah kakak dari ibu saya. Setiap pagi dan malam, selalu terdengar omelan tanteku. Bukan ditujukan kepada saya, tetapi pada anaknya yang masih duduk dibangku kelas 1 SMP pada waktu itu. Dari hasil nguping, ternyata yang diributkan adalah motor! Nunul (nama sepupuku), merengek bahkan memaksa ibunya untuk membawa serta motor matic itu setiap akan ke sekolah. Padahal sekolahnya masih di dalam kompleks, jika jalan kaki hanya memakan waktu 5 menit. Tante saya yang juga seorang guru di sekolah itu menolak dengan lembut permintaan anaknya. “Sama-sama meki ke sekolah, supaya hemat bensin, lagian kamu itu tidak boleh diberi kebiasaan pakai motor, belum waktunya, nak!” kata tanteku dengan nada lemah. Yah, kata-kata itu masih melekat manis di telingaku sampai sekarang karena hampir tiap hari beliau mengumandangkan kalimat itu.

Tapi, namanya juga anak-anak. Selalu merasa bahwa dirinya telah tertantang. Tertantang oleh teman-temannya yang telah menggunakan sepeda motor ke sekolah. Diam-diam dia mengambil kunci motor dan segera menancap gas ketika ibunya masih berpakaian di kamar. Tanteku hanya menggelengkan kepala sesaat beliau tersadar kalau anak dan motornya telah lenyap di garasi. Ya, hanya menggeleng! Saya mencoba menerka-nerka raut wajah beliau. Mencoba menerjemahkan kekecewaan dan kekhawatiran terhadap anaknya. Mencoba memberi tanda bahwa beliau kurang tegas! Pikir maklumku hanya menemukan bahwa mungkin itu sebuah sikap memanjakan anak bungsu. Pertengkaran kecil itu terus berlanjut hingga saya memasuki tahun kedua kuliah.

Suatu hari, kulihat wajah Nunul berseri-seri sedangkan saya masih berpeluh akibat jalan kaki dari gerbang kompleks sepulang kuliah. Tanpa dijelaskan, saya mengerti dengan bahasa tubuhnya yang menunjukkan bahwa dia baru saja mendapatkan sebuah sepeda motor dari ibunya. Seketika saya termangu, bukan karena iri tapi khawatir kepada adik sepupu saya, kecewa terhadap tante saya, dan memikirkan hal-hal buruk lain yang akan menimpanya. “Bagaimana dengan SIM-nya?” tanyaku pada Nunul. “Tidak ada, karena saya tidak punya KTP.” Jawabnya. Jawaban yang kumaklumi namun bukan yang kuharapkan. Jelas saja dia belum mendapatkan KTP, toh umurnya belum 17 tahun. Edukasi tentang itu saja belum cukup, apalagi dengan rambu-rambu lalu lintas serta peraturan lainnya?

Sebulan menggunakan motor baru masih aman-aman saja karena masih dipakai dalam kompleks, disamping plat motornya belum ada, juga dia berusaha menunjukkan sikap baiknya kepada ibunya. Disela-sela waktu luang, saya berbincang-bincang dengan tanteku. Mungkin ini pertanyaan yang sedikit konyol menurut saya waktu itu. Yang masih terekam dalam ingatan kira-kira seperti berikut:
(dalam bahasa Makassar sehari-hari)
Saya : Kenapaki belikan Nunul motor?
Tante : Daripada setiap hari bertengkar gara-gara motor mending saya belikanki. Supaya bisa juga disuruh-suruh kalau ada keperluan.
Saya : Dengan cara dibelikanki motor die’?
Tante : Iya. Tidak mauka seperti Bu Ani (nama disamarkan), masa’ Andi (juga disamarkan) SMAmi masih na suruh naik pete-pete, jalan kaki, atau numpang sama temannya pergi-pulang sekolah? Kasianki kodong. Banyaknyaji lagi uangnya orang tuanya. Saya tidak tega, biar meninggalmi suamiku tapi tetapka’ kasih cukupki kebutuhannya anakku, apalagi sisa Nunul yang kubiayai.

Saya menarik nafas panjang. Andai saja Nunul itu adalah saya, maka saya anak paling beruntung mempunyai seorang ibu yang rela merogoh kocek hingga puluhan juta demi mencukupi kebutuhannya. “Kebutuhan? Bukankah itu hanyalah sebuah keinginan, tante,” gerutuku dalam hati.

Saya : Bagaimana kalau suatu hari Nunul ditilang?
Tante : Sudahmi janji sama saya, tidak mauji na pakai keluar kompleks sampai ada SIM-nya.
Saya : Sampai ada SIM-nya? Berarti masih lama. Mudah-mudahan bisaji na pegang janjinya. Tapi haruski awasi jangan sampai terpengaruh sama teman-temannya.
Tante : Iya, kau juga awasi adekmu. Kasih tauka’ kalau macam-macamki. Oh iya, suruh antar sampai gerbang nanti kalau mau pergi kampus, hemat uang becak.
Saya : Iye, tante.

“Mungkin inilah yang dimaksud “bisa disuruh-suruh kalau ada keperluan”, mengantar saya sampai gerbang kompleks,”pikirku.

Beberapa bulan telah berlalu, motor yang dulunya mulus dan lengkap kini “dicopot” satu-satu atau istilah kerennya “di-racing”. Bencana baru telah muncul, kini lebih parah. Nunul yang dulunya rajin ke sekolah, kini sering bolos entah kemana. Pulangnya pun selalu larut malam, sering balap-balapan dengan teman-temannya di dalam kompleks (kemungkinan besar di luar kompleks juga), sering terkena razia bahkan ditilang, tambah membangkang dan pandai membohongi “orang rumah”.

Suatu hari kejadian na’as menimpa adik sepupuku itu. Menurut pengakuannya, dia ditabrak dan pelakunya melarikan diri. Kejadiannya tidak jauh dari kediaman kami, tepatnya di KM 17 Jalan Poros Perintis Kemerdekaan. Wajahnya sangat ketakutan dan berusaha menahan sakit di sekujur tubuhnya. Karena takut, dia mengarang cerita dusta kepada ibunya, dan lagi ibunya percaya. Tapi saya tidak bisa dia tipu, setelah mengecek luka dan motornya. Seminggu tergeletak tidak berdaya di kamar lantas tak membuatnya jerah! Saya sudah tidak ingat berapa kali dia merepotkan kami keluar masuk kantor polisi dengan beberapa kasus berkaitan pelanggaran lalu lintas.

Kini, saya telah lulus kuliah. Selama tiga tahun menempa ilmu, menumpang di rumah keluarga tanpa fasilitas memadai dari orang tua, tapi saya mendapat pelajaran berharga tentang “fasilitas” itu sendiri. Tetap sabar walau saya harus berjalan kaki, naik-turun angkutan umum, kehujanan, kepanasan, namun doa orang tua yang memampukanku menjalaninya.

Dan Nunul, kini diapun menuai hasil. Kadang air mata saya menetes melihatnya karena walau bagaimanapun dia tetap adik sepupuku dan pernah tinggal serumah. Dalam setahun, sudah dua sekolah yang mengeluarkannya. Alasannya tetap sama, sering bolos dengan teman-temannya yang juga menggunakan sepeda motor ke sekolah. Soal motornya? Jangan ditanya, karena sudah lebih mirip barang rongsokan ketimbang motor racing. Ibunya? Ya, saya perihatin dengan tanteku yang sudah saya anggap sebagai ibu sendiri. Kini beliau sakit-sakitan memikirkan anak bungsunya. Setelah melihat kondisi Nunul yang tak bersekolah, beliau baru sadar ternyata hadiah yang diberikannya tiga tahun silam telah menghancurkan masa remaja anaknya.

Menyesal? Atau mau saling menyalahkan? Sudah terlambat!

Semoga Nunul segera mendapat hidayah dan sadar akan kelakuannya selama ini. Saya yakin, suatu saat nanti dia akan kembali ke sekolah untuk meraih cita-citanya, mengenakan seragam putih abu-abunya! Tingkah lakunya telah menunjukkan bahwa dia mengalami depresi, maka yang dibutuhkannya bukan lagi sepeda motor tapi kasih sayang dari keluarga.

Bagi orang tua yang ingin memberikan fasilitas lebih kepada anaknya, silahkan dipikir-pikir dulu secara matang, lihat sisi positif dan negatif dari fasilitas tersebut. Jangan sampai anak merasakan zona nyaman yang berlebihan dan akhirnya bertindak semena-mena. Masa depan memang berada di tangan kita masing-masing tapi orang tua juga berperan besar dalam mewujudkannya.

"Tulisan ini pernah diikutkan Lomba Polantas Makassar dan mendapatkan peringkat ke-5"

28 May 2011

Posted by Vby Utami | File under :
Jadi Panitia Dadakan - Blogilicious Fun Makassar
Sebelum alarm hpku berbunyi, saya sudah bangun lebih dulu. Bapak sampai heran apalagi mama yg biasanya harus bolak balik mengetuk pintu kamar. Saking semangatnya ingin menghadiri roadshow idblognetwork di Gedung PKP UNHAS.

Alhamdulillah, bapak dengan senang hati ingin mengantar saya tapi dengan satu syarat, saya tidak boleh lelet dan tepat pukul 7 pagi kita harus berangkat. Saya mengiyakan! :)

Setelah menempuh kemacetan akhirnya kami pun sampai, dan ternyata saya peserta pertama yg tiba, tepat waktu pula. Baru kali ini saya tidak terlambat, kuliah saja saya sering terlambat. Heran juga. :)

Oh iya, yang jadi panitia lokal untuk acara ini dipercayakan kepada Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri.org, komunitas yang sudah saya kenal selama kurang lebih 3 tahun, komunitas yang memberikan saya banyak ilmu.

Karena tidak pernah ikut rapat Blogilicious Fun Makassar disebabkan kesibukan kuliah, saya memutuskan untuk menjadi peserta saja. Tapi sepertinya sudah hukum alam, saya menjadi panitia dadakan. hehe..

Waktu sudah menunjukkan pukul 8.30 WITA, panitia yg sy kenal belum pada datang kecuali Dg. Ipul yang ternyata dari tadi sudah ada di dalam. Saya memutuskan untuk menunggu K'Nanie dan K'Anbhar di luar.

Tidak lama merekapun datang dengan wajah setengah panik. Spanduk belum dipasang, wall of fame-nya juga. Bergegaslah kami mencari tali dan tangga.

Akhirnya... semua beres..
Waktunya K'Iqho beraksi, MC default-nya AngingMammiri..
Dg. Ipul menjadi moderator..
Dan saya menemani Paccarita dibalik layar untuk live tweet.. :)

26 May 2011

Posted by Vby Utami | File under :

Tidak seperti biasanya, setelah pulang kuliah saya langsung pulang tapi siang itu saya memutuskan untuk menemui Jack dan Indri di Mall Panakkukang..

Setelah capek berkeliling dan membeli beberapa benda, saya dan Jack makan siang di Solaria.. Huu.. lagi-lagi saya harus mengurut betis karena makanan itu!

Tiba-tiba, Indri datang dengan begitu tergesa-gesa. Awalnya kami pikir dia pasti lapar dan segera ingin memesan makanan, tapi ternyata tidak.

Indri membawa berita duka bahwa salah satu teman SMA kami tertembak dalam tugasnya. Saya sama sekali tidak percaya karena Indri berbicara sambil tertawa geli.

Nih orang serius atau nggak yah?? >,<

Segera ku raih HP dan online.. Timeline Twitter penuh dengan pemberitaan itu, Status Facebook teman-temankupun tak mau kalah.

Kini, saya semakin yakin bahwa Polisi yang tertembak itu, temanku!

Rabu, 25 Mei 2011

Alm. Bripda Andi Irbar Prawiro saya kenal sejak SMP di SMP Negeri 7 Makassar dan setelah lulus kami bertemu lagi di SMA Negeri 4 Makassar. Tidak cuma itu, saya dan Irbar sama-sama anggota Pasukan Delapan (PasDel), Paskibra SMAN 4 Makassar. Walaupun saya tidak begitu dekat dengannya, Irbar adalah pribadi yang baik. Terbukti dengan cita-citanya yang mulia yaitu menjadi seorang Polisi. Cita-cita itu pulalah yang membawa Irbar kepangkuan Ilahi..

Selamat Jalan Kawan...
Tak banyak kata yang mampu mewakili perasaan kehilangan kami..
Hanya doa yang terpatri...
"Semoga amal ibadahmu diterima dan diberi tempat yang mulia disisi Allah., Amien.."

"Sekali lagi., Selamat Jalan Kawan!!"
"Engkau pergi sebagai pahlawan yang gugur dimedan perang"

1 April 2011

Posted by Vby Utami | File under :
Hemmm... dari kemarin saya mau nulis, tapi nggak jadi terus. Masalahnya tiap saya mau nulis, saya nggak tau mau nulis dari mana.. Huft..?!@#!%@#?!
Tapi sekarang saya mau coba..

Ok, kita mulai dari persiapan penyambutan.. ^^

Jauh sebelum teman2 SP (Singapore Polytechnic,red) datang, saya sudah dihubungi sm Mr. Teo via FB. Katanya,” Vby, kami hendak melawat pada bulan Maret nanti..”

Sejenak saya terdiam, nggak tau mau balas apa.. yg jelas saya seneeeeeeeeeeeeeng bangeeeeeeeeeeeeet tp sekaligus sedih.. ingat teman2 OITP 2010.. :’(

Terlebih pada Ashraf, Muni, Amin, Yasmin, Sheilah, Irshad, Masd, Fadhil, dan Shafiq..
“Aku kangen banget ma kalian.. kangen gadang bareng utk nonton bintang..”
“Kalau pun nanti kami punya teman baru pada OITP 2011, kami tak akan lupa dgn kalian,. Kalian akan tetap jadi bintang di hati kami..”

Tiga hari sebelum penyambutan, saya dipanggil sm Bu Yatti dan Pak Subhan utk menyiapkan Tim.. Saya memutuskan utk memanggil Fajar, Edu, Winda, dan Agung..
Kami berlimalah yg akan menemani mereka selama di Makassar..

10 May 2010

Posted by Vby Utami | File under : , ,

Pos 1 ke Pos 2

Kami meninggalkan Pos 1 pukul 07.25 WITA dan sampai di Pos 2 pukul 08.20 WITA. Untuk menuju Pos ini perlu kehati-hatian karena terdapat rumput yang tinggi, tumbuhan berduri, dan banyak pohon tumbang. Hal itu pula yang menyebabkan kami hampir tersesat, tetapi dengan bantuan Leader kami yang tanggap akhirnya kami kembali ke jalur yang benar. Suhu pada saat itu sekitar 26°C. Pada Pos ini terdapat pula aliran sungai kecil yang menjadi sumber air kami untuk membuat minuman Nutrisari sebagai pelepas dahaga.

Pos 2 ke Pos 3

Kami meninggalkan Pos 2 pukul 08.45 WITA dan sampai di Pos 3 pukul 09.25 WITA. Pada saat itu cuaca cukup cerah walaupun suhunya mencapai 25°C.

Medan yang ditempuh sedikit penurunan dan banyak pendakian. Jalur menuju Pos ini cukup jelas karena terdapat banyak tanda-tanda yang bergantungan disepanjang jalur.
Di Pos ini cukup lapang dan datar, disekitarnya terdapat banyak pohon tinggi nan kokoh, kicauan burung dan jangkring serta nyamuk hutan.

Pos 3 ke Pos 4

Untuk mencapai Pos 4, kami menghabiskan waktu sekitar ± 50 menit dikarenakan kami sering berhenti untuk beristirahat. Kami tiba di Pos ini pukul 10.22 WITA dengan suhu 24ºC.

Sepanjang perjalanan kami mengamati lingkungan sekitar, banyak pohon tumbang, banyak pula pohon yang ditumbuhi lumut. Kicauan burung dan suara jangkrik tetap menghibur kami selama perjalanan.

Leader memberi isyarat kepada kami agar tetap kuat dan semangat, jangan saling meninggalkan, jangan juga selalu berhenti karena akan membuat tubuh semakin lelah, dan selalu mengingatkan kepada kami bahwa puncak itu indah sekali, kita bisa menyentuh awan. Sesaat imajinasi kami menerawang, tapi buyar karena aba-aba dari Leader yang mengharuskan kami melanjutkan perjalanan.

Pos 4 ke Pos 5


Kami berangkat dari Pos 4 pukul 10.33 dan sampai di Pos 5 pukul 11.25. Suhu pada saat itu sekitar 23ºC. Kami menghabiskan banyak waktu untuk menuju ke Pos ini karena medan yang sangat sulit dan jarak yang cukup jauh. Jalanan menanjak dan banyak batu besar yang berlumut. Disamping itu, banyak pohon tinggi dan banyak pohon yang batangnya berlumut. Diperlukan kehati-hatian dalam memegang batang pohon yang berlumut karena banyaknya pacet yang melengket disana. Di Pos ini kami bertemu dengan kelompok III.

Di Pos 5 terdapat sumber air yang agak jauh turun ke bawah. Sumber air tersebut kami manfaatkan untuk wudhu (shalat dhuhur jamak ashar) dan membuat makanan dan minuman.
Pos ini terdapat banyak pohon tumbang dikarenakan habis kebakaran dan penebangan liar. Karena Pos ini lapang dan berpemandangan terbuka, pendaki menjadikan tempat ini sebagai persinggahan untuk mendirikan camp. Terlihat tak jauh dari tempat kami beristirahat terdapat PA lain yang mendirikan camp disana.

Di pos ini pula kami ingin melakukan navigasi, tapi baru saja kami menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, suara gemuruh guntur disertai kilat yang menyambar membelah langit mendung.

Sesaat kabut datang dan tidak menunggu lama, hujan pun turun dengan sangat deras. Kami tidak jadi melakukan navigasi. Ponco kami keluarkan dan segera memakainya.
Sudah 1 jam lebih kami menunggu berharap bisa melanjutkan navigasi, tapi hujan tak kunjung reda. Suhu semakin meningkat mencapai 22°C. Kami pun berembuk dengan Leader kami, meminta saran apakah kami tetap melanjutkan perjalanan atau menunggu hujan berhenti.

Waktu menunjukkan pukul 13.25 WITA hujan tidak lagi deras, kami memutuskan melanjutkan perjalanan ke Pos 6 dan mencari waktu dan cuaca yang baik untuk melakukan navigasi. Kami tetap memakai ponco dan hujan rintik-rintik mengawali perjalanan kami menuju Pos 6.

Pos 5 ke Pos 6

Hujan yang kadang deras, kadang berhenti mengawal perjalanan kami menuju Pos 6. Jarak yang cukup panjang sehingga kami baru tiba pada pukul 15.50 WITA dengan suhu 19°C.

Jalanan yang mendaki, pohon tumbang serta batu besar berlumut banyak kami jumpai selama perjalanan menuju Pos ini. Sesekali kami berjumpa dengan PA lain yang juga melakukan pendakian ke puncak Gunung Bawakaraeng.

Sebelum kami melanjutkan perjalanan, kami menyempatkan untuk berfoto bersama. Setelah mempertimbangkan banyak hal, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan bersama dengan kelompok III.

Pos 6 ke Pos 7



Kami tiba di Pos 7 pukul 17.15 WITA dengan suhu 17°C. Perjalanan menuju Pos ini cukup sulit karena tanjakan dan pendakian yang begitu panjang, sesekali kami beristirahat sejenak meskipun hanya 5 menit. Cuaca pada saat itu tak menentu, kadang hujan deras, kadang berhenti sebentar lalu hujan lagi.

Dengan cuaca yang tidak menentu tersebut dan tenaga yang makin lelah, kami meminta saran kepada Leader kami untuk membuat camp di Pos ini. Daerah Pos 7 merupakan puncak Bulu Surabaiya dengan ketinggian 2.560 mdpl.

Setelah melakukan briefing, kami memutuskan untuk menginap di Pos 7 meskipun di Pos ini tidak terdapat sumber air. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah salah satu teman kami, Veby sudah tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan, cuaca yang buruk, dan perut yang lapar.

Kami tidak menunggu lama untuk mendirikan tenda dan setelah itu kami mengumpulkan sisa air minum kami untuk membuat makanan. Untungnya air kami cukup untuk memasak dan minum.

Setelah makan, kami briefing untuk membicarakan lanjutan perjalanan kami untuk esok hari. Leader kami menyarankan agar kami tidur lebih awal agar besok setelah shalat shubuh kami melanjutkan perjalanan ke Pos 8.

Suhu pada saat itu semakin meningkat mencapai 16°C. Suhu yang sangat dingin dibarengi hujan rintik-rintik. Kurang lebih pukul 20.00 WITA, kami pun masuk ke tenda masing-masing.

Tak terasa waktu bergulir, tak terasa pula waktu shalat shubuh telah usai. Tak ada kumandang azan, tak ada pula suara ayam berkokok menjemput fajar. Kami benar-benar tidur dengan sangat pulas.

Sebelum berangkat menuju Pos 8, kami menyempatkan untuk briefing. Hasil dari briefing tersebut merupakan kesepakatan bersama yaitu kami meninggalkan barang-barang bawaan dan satu tenda tetap berdiri di Pos ini. K’Babho bersedia untuk menjaga barang bawaan kami yang berarti K’Babho tidak ikut ke Puncak Gunung Bawakaraeng. Kami sebenarnya agak sedih karena meninggalkan K’Babho tapi untuk kelancaran perjalanan kami, hal itu merupakan solusi tepat buat kami.

K’Babho berpesan kepada kami untuk mengambil air di Pos 8 pada saat perjalanan pulang dari Puncak Gunung Bawakaraeng. K’Babho akan menyiapkan makan siang untuk kami.

Pos 7 ke Pos 8

Tepat pukul 06.05 WITA kami meninggalkan Pos 7. Hujan tidak menyurutkan niat kami menuju puncak. Jarak yang sangat jauh, jalan yang licin, medan yang sulit, hingga kemiringan lereng 30° kami tempuh dengan penuh semangat. Jalur yang kami lalui terdapat jurang disisinya. Disinilah kekompakan dan kesetiaan teman kelompok diuji. Sesekali kami harus menunggu teman kami, Veby yang merupakan satu-satunya perempuan yang ikut serta dalam pendakian ini.

Pukul 07.50 WITA dengan suhu mencapai 15°C kami tiba di Pos 8. Kami menyempatkan untuk mengambil air minum dan mencuci piring yang semalam kami pakai untuk makan malam. Kami pun minum sepuasnya karena sejak tadi malam kami hanya minum sedikit air. Air sejuk itu mengalir melepas dahaga kami, ditambah manisnya minuman Nutrisari.

Pos 8 ke Pos 9

Pos 8 kami tinggalkan pukul 08.05 WITA dan sampai di Pos 9 pada pukul 09.12. Menanjak dan tebing curam merupakan ciri dari medan menuju 9. Batu-batu besar berlumut dan licin serta tanaman-tanaman indah seperti bunga Edelweis sering kami jumpai. Rasa lelah berubah kagum melihat pemandangan disekitar. Tidak menyangka bahwa kami sudah mendaki begitu tinggi. Matahari cukup terik namun berkabut dengan suhu 13°C.

Di Pos ini kami tidak beristirahat lama, cuma mengambil air dan langsung menuju ke Pos 10. Leader terus menyemangati kami agar berjalan lebih cepat. Momen pagi hari di puncak sangat indah dan sangat sayang jika terlewatkan.

Pos 9 ke Pos 10

Dari Pos 9 terlihat medan yang akan dilalui. Medan yang terus menanjak, tapi tak akan menyurutkan semangat kami menuju Pos 10. Sekitar pukul 10.05 kami tiba di Pos ini dengan suhu 11°C. Terdapat bunga Edelweis, kabut dan pepohonan menambah kesejukan Pos ini.

Pos 10 biasanya dijadikan tempat untuk membuat camp. Terbukti beberapa tenda berdiri di Pos ini. Tak lama kami melepas lelah disini karena Leader memberi isyarat agar kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Puncak Gunung Bawakaraeng.

Pos 10 ke Puncak Gunung Bawakaraeng



Dari Pos 10 ke Puncak tak memakan banyak waktu tetapi perlu kehati-hatian. Tepat pukul 10.15 WITA dengan suhu yang mencapai 10°C akhirnya kami sampai di Puncak Bawakaraeng, tempat yang sangat kami nantikan.

Medan yang kami tempuh menuju puncak tidak begitu sulit dibanding pos-pos sebelumnya, hanya saja perlu kehati-hatian karena banyak kabut yang menutupi pandangan.

Sesaat perasaan kami seperti berada di Negeri Awan. Dari atas puncak yang terlihat hanyalah bongkahan awan. Tak lupa kami mengucap syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kami kekuatan menuju Puncak Gunung Bawakaraeng, salah satu gunung yang mempunyai berbagai mitos.

Berfoto merupakan ritual yang tak akan kami lewatkan. Secara bergantian, kami berfoto di Triangulase. Di puncak kami juga sempat membuat kopi, makan biskuit, dan bercengkrama dengan PA lain. Panasnya kopi tak terasa karena suhu yang semakin dingin, mendekati 9°C.

Kabut semakin banyak, hujan segera turun. Leader memberi aba-aba agar kami segera turun. Kami pun bergegas membereskan gelas-gelas dan botol minuman yang telah kami gunakan. Sebelum turun, kami menyempatkan untuk berfoto bersama. Akhirnya dengan berat hati, kami pun meninggalkan Puncak Gunung Bawakaraeng dan berharap agar suatu saat nanti kami bisa kembali lagi.

8 May 2010

Posted by Vby Utami | File under : , ,
Sabtu 24 April 2010 tepat pukul 00.50 WITA kami berkumpul di depan rumah Tata Supu, berdoa untuk keselamatan dalam perjalanan menuju puncak Gunung Bawakaraeng.

Perjalanan akhirnya kami lakukan sambil mengamati keadaan sekitar serta medan perjalanan yang kami lalui. Meskipun suasana sekitar sangatlah gelap dan dingin, tetapi kami tak pantang menyerah. Cahaya lampu senter dan iringan doa sebagai penerangan kami.

Lelah dan kantuk tak dapat kami bendung. Akhirnya kami memutuskan untuk beristirahat di Pos 0,5 (begitulah kami menyebutnya karena camp kami terletak antara Desa Lembanna dan Pos 1). Waktu menunjukkan pukul 01.35 WITA dan suhu 22°C. Kami pun bergegas membersihkan lokasi sekitar, membangun tenda, dan menyiapkan makanan serta teh. Suhu yang semakin dingin membuat perut kami makin lapar. Tidak jauh dari camp terdapat aliran sungai kecil yang menjadi sumber air kami.


Waktu menunjukkan pukul 03.15 dengan suhu yang semakin dingin 21°C. Setelah makan dan mencuci piring, Leader kami memberi arahan bahwa besok kami harus melanjutkan perjalanan pada pagi hari. Setelah itu, kami masing-masing masuk tenda dan tidur.

Tanpa terasa, matahari telah terbit. Setelah melakukan shalat Shubuh, kami membuat sarapan dan makan pagi. Sebagian dari kami packing tenda dan alat-alat lainnya.

Leader kami selalu mengingatkan bahwa kami harus bergerak cepat. Makan pun terasa dikejar, tapi kami maklum mengingat perjalanan menuju puncak Gunung Bawakaraeng masih panjang. Pukul 07.05 WITA dengan suhu 26°C kami meninggalkan camp pertama menuju Pos 1.

Kami hanya menghabiskan waktu ±15 menit untuk sampai di Pos 1. Medan yang kami lalui menuju Pos 1 tidaklah begitu sulit, jalur pun terlihat jelas, disekitar terdapat banyak pohon pinus dan semak belukar. Waktu menunjukkan pukul 07.20 WITA dengan suhu tetap 26°C. Di Pos 1 keadaan sekitar agak tandus, terdapat tanah lapang yang biasa dijadikan camp. Di pos ini juga terdapat jalur menuju Lembah Ramma.